Alfons Sebut Saniri Negeri Salah Jika Beralibi Bertindak Atas Kemanusiaan

CM, AMBON

Menyusul undangan Mediasi Saniri Negeri Urimessing Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon yang tidak dihadiri oleh pihak pemohon eksekusi, Evans Reynold Alfons ahli waris 20 dusun dati milik Josias Alfons di kediamannya Jumat, 13/10/2023 kepada wartawan mengatakan pihaknya tidak perlu hadir.

"Kenapa saya tidak perlu hadir ? karena sebenarnya upaya mediasi itu sudah dilakukan Pengadilan Negeri Ambon pada bulan April 2015, jadi menurut saya tidak wajar kalau saya hadir atas undangan yang disampaikan Saniri Negeri Urimessing.

Catatannya, ingat semua bahwa, pemerintah negeri urimessing dalam hal ini saniri negeri urimessing telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu menandatangani surat penyerahan tanggal 28 Desember 1976 kepada Hein Johanis Tisera, ayah kandung dari Yohanis Tisera alias Buke Tisera.

Sayangnya surat tersebut dalam putusan pengadilan telah dinyatakan cacat hukum, itu dasar. Jadi ini ibarat saniri negeri urimessing ludah ke langit jatuh ke muka sendiri," jelas Evans.

Dirinya menyampaikan, kalau saniri negeri melakukan upaya mediasi ini karena faktor kemanusiaan itu salah. Karena Pengadilan dalam mengambil keputusan sudah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana seluruh keadilannya mencakup hak-hak kemanusiaan sudah termasuk.

"Kalau saniri negeri berbicara soal kemanusiaan dan keadilan, harusnya saniri negeri memproses hukum Buke Tisera dan Wattimena yang telah sengaja menjual hak milik orang kepada warga yang saat ini terkena imbas. 

Jadi kalau berbicara soal korban, dalam hal ini bukan masyarakat saja yang menjadi korban, tetapi saya selaku pemilik sah atas objek eksekusi itu juga sudah menjadi korban karena hak saya diambil dan dijual oleh orang-orang yang tidak memiliki hak milik, itu baru benar,"tandas Alfons.

Lebih jauh Alfons menegaskan bahwa sebagian warga yang saat ini menempati lahan yang bakal dieksekusi sebetulnya tidak sadar ada di antara mereka yang rumahnya belum dibangun pada saat perkara ini diperkirakan di pengadilan.

Atau dengan kata lain pada waktu perkara ini diperkarakan di pengadilan lokasi yang disengketakan itu masih kosong. Sebagai contoh disebutkan bahwa Rumahnya Bapak Saiya baru berdiri pada tahun 2018 di mana putusan perkaranya sudah memiliki kekuatan hukum tetap,  demikian halnya dengan Bapak Leitemia yang baru membangun rumahnya pada tahun 2018 padahal mereka sudah sudah tahu bahwa perkaranya sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

Bahkan di tahun 2019 telah ada konstitering dari pengadilan diikuti dengan adanya Aamaning dari Pengadilan.

Alfons juga menyebutkan dari bukti foto di google L yang diambilnya memperlihatkan bahwa tahun 2015 tanah itu masih kosong dan belum ada bangunan, juga tahun 2015 lahan tersebut masih kosong hingga tahun 2018 barulah ada  satu atau 2 rumah.

Menurutnya orang-orang tersebut sebetulnya sudah mengetahui sejak tahun 2018 itu bahwa tanah tersebut sudah dimenangkan oleh Evans Alfons.

"Jadi kalau sengaja membuat alasan bahwa mereka adalah korban yang tidak dilibatkan dalam perkara, sementara perkara dimulai tahun 2015 dan baru datang tinggal tahun 2018 dan 2019. Nah ini kan kasian. Jadi jangan asal tuduh" jelas Alfons sembari mengatakan data yang ada padanya itu lengkap jadi jangan asal tuduh.(EP)