Kristus Nakhoda, Bersama Dia Kita Kembali ke Rumah Bapa

CM, AMBON

"Kristus Nakhoda, Bersama Dia Kita Kembali ke Rumah Bapa" adalah moto 50 tahun imamat misionaris Lansia (opa Milan) seorang misionaris SVD asal Solor NTT yang sejak tahun 2004 silam berkarya sebagai  imam dan gembala umat di Paroki Santo Yohanes Penginjil Masohi  Kabupaten Maluku Tengah serta pendidik di Seminari Santo Andreas Masohi.

Sebutan Opa Milan adalah sapaan akrab kepada pastor Alfons Hayon SVD yang saat ini telah pensiun dari tugasnya di bidang karya pastoralnya dan juga dosen kecuali imamatnya yang tak mengenal pensiun.

Pastor kelahiran Solor, 1-8-1942 ini merayakan pesta mas 50 tahun imamatnya pada hari minggu, 4 September 2022 atau sehari setelah gedung gereja pusat Paroki St. Yohanes Penginjil Masohi ditahbiskan oleh Uskup Amboina Mgr. Seno Ngutra dan diresmikan oleh Bupati Maluku Tengah, H. Tuasikal Abua, SH.

Sehari menjelang perayaan 50 imamat wartawan berhasil melakukan wawancara dengan sang Yubilaris Pastor Opa Milan. Dari wawancara tersebut diketahui bahwa saat pertama ditahbiskan menjadi imam baru, Opa Milan memiliki moto "Tuhan Betapa Ajaib cinta-Mu dan Betapa tak terduga lorong-lorong-Mu" yang mengandung arti mengagumi keajaiban Cinta Tuhan atau kasih dan penyelenggaraan Tuhan untuk hidupnya.

Kepada wartawan Opa Milan mengatakan moto tahbisan itu memberikan inspirasi bagi dirinya selama sekian tahun dalam hidup dan karyanya selaku seorang imam yang hampir 30 tahun seluruh waktunya diabdikan di bidang pendidikan dan setelah mencapai usia pensiun barulah berkesempatan untuk menjalani tugas sebagai pastor paroki di daerah yang baru yakni di paroki St. Yohanes Penginjil Masohi.

Kepada wartawan Opa Milan mengatakan seiring berjalannya waktu setelah sekian lama berjalan dengan moto tahbisannya melewati lorong-lorong Tuhan dalam imamatnya serta  merasakan cinta kasih Tuhan dalam hidup dan karyanya maka setelah memasuki perayaan Emas, 50 tahun imamatnya Opa Milan menemukan sebuah moto baru yakni Kristus Nakhodaku, bersama dia kita kembali ke Rumah Bapa.

Opa Milan kemudian menjelaskan makna dari moto ini yang mencerminkan banyak hal yang ditemui dan dilalui dalam hidupnya.

"Dalam perjalanan hidup ini banyak hal yang dialami bagaikan kita berada di lautan lepas, bisa terombang-ambong dengan berbagai macam gelombang kehidupan. Tantangan, kesukaran, kesulitan dan lain sebagainya, tapi kita tetap yakin dan percaya bahwa Kristus itu adalah kompas kita maka bagaimana pun juga kita hakin dan percaya dan terus maju menantang segala macam suka duka"ujarnya.

Menjawab pertanyaan wartawan soal tantangan dan suka duka selama 50 tahun menjalani imamat sucinya, Opa Milan mengatakan tantangan yang paling utama datangnya dari keluarga di desa.

Hal ini disebabkan karena selaku anak laki-laki dari 2 bersaudara di luar saudara perempuan, kehidupan imamatnya  diperhadapkan dengan pilihan atau godaan untuk melanjutkan keturunan bapa dan mama atau tetap melanjutkan panggilan imamatnya, dan pilihannyapun akhirnya jatuh pada tetap menjadi imam, sementara tanggungjawab untuk meneruskan keturunan dan tanggungjawab kepada orangtua dan lain sebagainya itu diserahkan kepada kasih dan penyelenggaraan ilahi dari Tuhan.

Opa Milan pun mengisahkan perbedaan antara karya pastoralnya di bidang pendidikan selepas ditahbisan menjadi imam di mana di sana hanya berhadapan dengan laki-laki yakni calon-calon imam-apakah di tingkat seminari menengah ataupun di tingkat seminari tinggi atau pun lembaga-lembaga pendidikan. sementara jika di paroki berhadapan dengan berbagai umat dan masyarakat serta pemerintahan sehingga haruslah melakukan penyesuaian-penyesuaian.

Saat ditanyakan apakah selama bekerja sebagai pastor di paroki mengalami kesepian, Opa Milan mengatakan justru di paroki banyak variasinya ketimbang di dunia pendidikan

Karena di paroki bisa bertemu dengan anak, remaja, orangtua dan keluarga-keluarga yang tentu saja berbeda antara satu dengam yang lainnya yang tentu saja membutuhkan sumber energi dan pengetahuan yang istimewa, sebutnya.

Di akhir bincang-bicang dengam sang yubilaris, ada pesan yang dititipkan kepada  imam-imam muda yang yunior-yunior bahkan keluarga-keluarga agar jalani kehidupan ini dengan gembira dan sukacita karena setiap orang tentu saja setiap orang benar-benar mempunyai panggilan apakah menjadi bapak dan ibu keluarga ataukah menjadi imam, biarawan-biarawati.

"Karena itu jalani hidup ini dengan panggilan yang ada" tutupnya.(ET)