Saksi Ahli Tak Bisa Jawab Pertanyaan Hakim Soal Perkara Adat Yang Tak Bisa Diselesaikan Secara Adat

CM, AMBONMenyusul sidang gugatan perbuatan melawan hukum yang melibatkan Bupati Maluku Tengah Tuasikal Abua dan calon raja Negeri Titawae Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah Nicodemus Pattikayhatu yang saat ini telah memasuki agenda pemeriksaan saksi pada hari Kamis, 12/08/2021 di mana pihak tergugat menghadirkan saksi ahli maka kepada wartawan Kuasa Hukum penggugat Bupati Maluku Tengah, Jhon Batmomolin, SH, mengatakan Bupati Maluku Tengah menghadirkan saksi yang dapat memberikan keterangan terkait dengan apakah tindakan Bupati yang tidak melakukan keputusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap itu merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak ? Kemudian tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh penggugat Apakah sesuai atau tidak sesuai dengan pasal 1365.

Menurutnya nya dikesempatan itu ahli hukum berpendapat bahwa tindakan bupati yang tidak melaksanakan produk hukum yang telah berkekuatan hukum tetap itu tidak melawan hukum karena putusan itu bersifat deklaratif sehingga tidak bisa dieksekusi menurut pendapat ahli. 

Namun selaku pengacara Batmomolin  kemudian mempertanyakan tentang UU nomor 30 tahun 2014 yang memuat tentang sebuah putusan deklaratif itu dapat dieksekusi oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Bupati karena sengketa ini berada di dalam wilayah hukumnya Bupati Maluku Tengah sehingga pelaksanaan eksekusinya harusnya dilaksanakan oleh Bupati Maluku Tengah.

Disebutkan hakim yang memimpin sidang juga bingung atas pendapat ahli tersebut.

Selanjutnya dalam sidang tersebut ahli memberikan pendapat bahwasanya  soal tuntutan ganti rugi itu lebih kepada perbuatan perorangan sementara Bupati adalah seorang pejabat pemerintah sehingga tidak bertanggungjawab atas perbuatan itu. 

Terhadap jawaban ahli hukum tersebut, Batmomolin mengatakan di dalam pasal 1365 itu unsur-unsurnya itu jelas yakni Barang siapa yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain maka itu merupakan perbuatan melawan hukum maka itu harus dimintakan pertanggungjawabannya.

Menariknya, kata Batmomolin, di dalam persidangan itu ahli tidak dapat menjawab pertanyaan hakim soal jika di suatu negeri adat jika terjadi sengketa adat  yang tidak bisa diselesaikan secara adat harus dibawa kemana dan ahli tetap menjawab bahwa harus diselesaikan secara adat kemudian hakim mengajukan pertanyaan lagi jika kasusnya tidak bisa diselesaikan lalu dikemanakan kasusnya, saat itu ahli tak bisa menjawabnya, kata Batmomolin.

Sementara itu di tempat yang sama, penggugat yakni calon raja Nick Pattikayhatu mengatakan, selaku calon dirinya berupaya untuk bertemu langsung dengan pak Bupati bahkan sudah lebih dari 100 kali sejak tahun 2015.

"Katong ketemu dia pak, sudah lebih dari 100 kali, 1 tahun bisa 40 kali. Bu, bayangkan sudah 7 tahun perkara ini inkrah"ujarnya sambil menambahkan jika satu kali dari negeri ke pusat kabupaten saja sampai 4 hari di kota kabupaten sambil menunggu untuk bertemu dengan bupati.

Dikatakan saking jengkelnya sempat ia mengatakan kepada bupati kalau keinginannya untuk bertemu dengan pak Bupati bukan untuk mengemis minta dilantik sebaliknya ia menuntut haknya sesuai dengan putusan Pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Menariknya saban ketemu bupati, kata Nick  sang bupati selalu merespon secara baik dan mengatakan akan segera melantik akan tetapi setelah itu janji tersebut tidak pernah direalisasikan. "Dia bilang gandong beta akan segera lantik, tapi seng ada sampai sekarang ini"ujarmya seraya menambahkan selaku masyarakat tetap berpegang pada janji seorang pejabat, bukan hanya wacana semata, tetapi janji itulah yang perlu ditepati.

Kepada wartawan Pattikayhatu mengatakan pihaknya berharap sebagaimana masyarakat Titawai menunggu agar segera adanya pelantikan raja mereka.

Selain itu menurut Pattikayhatu pihaknya juga berharap adanya ganti rugi dari pihak pemerintah Kabupaten dalam hal ini Bupati yang dianggap selama ini telah menyebabkan adanya kerugian material dimana untuk gugatan kali kedua ini saja pihaknya sudah mengeluarkan lebih dari Rp.100 juta. 

"Katong daftar perkara saja Rp. 21 juta, tapi katong seng permasalahkan itu, yang penting adanya pelantikan"tutupnya.(LG)