Diduga Ada Perbuatan Melawan Hukum Dalam Melahirkan Putusan 512 Alfons Lapor 12 Hakim Ke Badan Pengawasan MA RI

Ambon, cahayamaluku.com
Ahli  waris 20 potong dati, termasuk dati Kudamati yang di atasnya berdiri bangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Haulussy Ambon, Evans Reynold Alfons mengatakan, putusan nomor 512. PK/PDT/2014 yang menjadi dasar komisi A DPRD Provinsi Maluku dan Pemda Provinsi Maluku hendak melakukan pembayaran ganti rugi kepada Johanis Tisera alias Buke  merupakan sebuah indikasi perbuatan melawan hukum dari para hakim serta panitera pengganti dalam melahirkan putusan nomor 512. Oleh sebab itu, pihaknya meminta Pemda Maluku dan DPRD Provinsi Maluku agar harus bijak dalam mengambil keputusan terkait dengan rencana  pembayaran lahan tersebut karena pihaknya telah melaporkan 12 hakim dan 4 panitera pengganti yang melahirkan putusan tersebut kepada Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI.
Demikian penegasan Evans Reynold Alfons yang didampaingi kuasa hukumnya Agus Diadara,SH dalam konfrensi pers yang digelar di Ambon Rabu (12/10) di kediaman Batu Gajah. Dikatakan, proses upaya ganti rugi tanah yang di atasnya berdiri RSUD Dr Haulussy Kudamati Ambon, oleh Johanes Tisera Alias Buke, didasarkan pada putusan Peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung nomor 512.PK/PDT/2014 yang bersifat Deklaratoir (Pernyataan tanpa perintah Eksekusi) didukung oleh komisi A  DPRD Provinsi Maluku dinilai riskan. Selaku ahli waris dari Jacobus Abner Alfons, pemilik 20 dusun Dati sesuai dokumen autentik kutipan Register dati 25 April 1923 yang dikeluarkan resident Amboina dari register dati 26 Mei 1814 berdasarkan permohonan Jozias Alfons dan atas petunjuk Raja Urimessing, tetap menganggap putusan PK nomor 512 bukanlah putusan yang final  yang berpihak pada fakta  dan kebenaran.
Bahwa apa yang selama ini disuarakan  tentang ketidakabsahan  surat penyerahan tertanggal  25 Desember  1976  yang digunakan sebagai bukti hak kepemilikan  Johanis Tisera  alias Buke  dalam perkara PK No. 512 telah terbukti cacat hukum sesuai  amar putusan pengadilan negeri Ambon dalam perkara perdata nomor  62/PDT.G/2015/PN.Ambon tanggal 27 juni 2016. Terkait dengan putusan 512 yang dinilai riskan itu, Alfons mengingatkan semua pihak kalau pihaknya telah melaporkan 12 Hakim dan 4 Panitera yang diduga kuat melakukan perbuatan melawan hukum (mafia peradilan) kepada Badan Pengawasan MA RI yang telah menindak lanjutinya dengan akan memanggil ketua MA untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya terkait lahirnya putusan 512. Bahkan terkait dengan indikasi adanya dugaan suap kepada pihak-pihak tertentu dalam melahirkan putusan tersebut, pihak Alfons juga telah melaporkannya kepada KPK  yang telah meminta yang bersangkutan menunggu proses penanganannya selama sebulan.
Selain itu Alfons bersama kuasa hukumnya telah juga melaporkan indikasi perbuatan melawan hukum tersebut kepada Komisi III DPR RI yang telah menjanjikan untuk menunggu proses pemanggilan untuk rapat dengar pendapat di Jakarta. Kepada wartawan, Alfons lebih lanjut menjelaskan Ke -12 Hakim yang dilaporkan  tersebut terdiri dari 3 Hakim pada  PN Ambon dan 1 Panitera pengganti, 3 Hakim di Pengadilan Tinggi Maluku beserta 1 panitera pengganti, 3 Hakim di Pengadilan MA bersama Panitera pengganti serta 3 hakim  yang menangani Perkara 512 PK dan Panitera penggantinya. Dijelaskan, selain pihaknya melaporkan 12 hakim dan 4 Panitera pengganti ke Badan Pengawasan MA R,I  Alfons juga melaporkan hal itu ke Ombudsman RI dan komisi Yudisial terkait dengan kinerja daripada para Hakim dan Panitera tersebut meskipun jawaban dari Ombusdmen RI dan Komisi Yudisial hingga kini belum sampai kepada pihaknya.
Sementara  Badan Pengawasan MA RI serta KPK dan Komisi 3 DPR RI telah memberikan jawaban dan respon positifnya, tegas Alfons. Selanjutnya Alfons menjelaskan bahwasanya Majelis hakim yang menangani dan memeriksa perkara PK nomor 512 saat ini dalam proses penanganan Badan Pengawasa MA (badan pengawasan Kehakiman dalam negara RI) yang disebabkan karena terdapat keanehan yang terjadi terhadap putusan di mana pihaknya yakni Jacobus Abner Alfons yang awalnya sebagai termohon II PK, berdasarkan surat pengiriman dari  pengadilan pengaju terhadap MA dan Direktori putusan MA. Namun dalam putusan tersebut pihaknya yang sebagai termohon II PK berubah statusnya menjadi  pemohon III PK.
Bahksn bukan hanya itu, kata Alfons, tetapi dalam pertimbangan Majelis Hakim PK pihak yang ditolak permohonan PKnya  adalah pemerintah negeri  Amahusu/Badan  Saniri Negeri Amahusu, tetapi pada amar putusannya justru menolak permohonan PK  sekaligus menghukum Josephus Nicodemus  Waas  dkk, padahal  mereka bukanlah pemohon PK atau termohon PK. Kesempatan yang sama pula, Kuasa hukum ahli warris, Agus Diadara di tempat yang sama menjelaskan terkait putusan PK 512 yang menjadi dasar komisi A untuk mengabulkan keinginan pihak buke Tisera, perlu menjadiperhatian komisi A karena Komisi A tidak berkompetensi untuk menilai putusan. “Jadi komisi A tidak memiliki Kompetensi untuk menilai putusan PK 512 itu sebagai dasar untuk mengabulkan keinginan Tisera. Komisi A boleh berpegang terhadap putusan itu tapi tidak punya kompetensi untuk menilai sampai sejauh mana keabsahan putusan 512 PK,” tandas Agus. sambil menambahkan, yang berhak untuk menilai putusan itu adalah mereka-mereka yang terlibat di dalam putusan tersebut seperti Keluarga Alfons dan pihak-pihak lainnya. Oleh sebab itu, Komisi A disarankan untuk meminta penjelasan hukum dari pengadilan serta waajib pula mengundang pihak Alfons yang melakukan keberatan terhadap upaya ganti rugi dari Pemerintah Provinsi Maluku, ujarnya. (CM-01)